Oleh Zainurur rudin
Alumnus TMI Madura
KORUPTOR dan koloninya tak henti-hentinya menjarah
keuangan Negara. Terungkap yang satu, muncul lagi yang lainnya. Bagaikan pohon
pisang yang belum berbuah, jika ditebang akan muncul tunasnya lagi.
Entah sudah berapa juta triliun uang rakyat yang habis dikorupsi oleh koruptor dan koloninya. Sehingga berdampak dengan pembangunan Negara yang lamban dan kehidupan masyarakat jauh dari kata sejahtera. Harus bagaimana cara bangsa/Negara ini mengatasi dan memberantasnya.
Entah sudah berapa juta triliun uang rakyat yang habis dikorupsi oleh koruptor dan koloninya. Sehingga berdampak dengan pembangunan Negara yang lamban dan kehidupan masyarakat jauh dari kata sejahtera. Harus bagaimana cara bangsa/Negara ini mengatasi dan memberantasnya.
Beberapa lembaga sudah terbentuk, dari yang
dibentuk oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sipil. Namun tidak bisa
membendung lajunya para penjahat, penjilat uang rakyat ini beraksi. Dari
lembaga Negara yang dibentuk, itu juga sangat menyedot penggunaan uang rakyat.
Mulai dari komisi, pansus, dan lain-lainya. Bayangkan saja untuk kasus century
saja. Miliaran rupiah yang digunakan. Namun hasilnya sangat-sangat dipertanyakan
sampai sekarang. Belum lagi pembentukan pansus-pansus yang lainnya.
Korupsi dan politik uang tak henti-hentinya mengrogoti Negara kita bagaikan bom waktu yang sesekali meletus meghancurkan negra ini. Sekali dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, maka butuh waktu dan uang yang besar untuk mengungkap dan menangkap pelakunya. Bahkan uang yang digunakan untuk menangkap atau mengungkap kasus korupsi lebih besar dari uang yang dikorupsi oleh koruptor. Jika proses yang dilakukan benar dan berhasil, maka bisa menjadi bahan pertimbangan oleh masyarakat dan semua pihak. Namun jika proses yang dilakukan berhenti di tengah jalan tanpa hasil, alangkah sayangnya uang yang sudah habis untuk menjalankan proses itu.
Alangkah sayangnya uang Negara ini yang yang hakikatnya adalah uang rakyat dan harus digunakan untuk mensejahtrakan kehidupan rakyat, malah digunakan untuk membayar para orang hebat Negara ini duduk di kursi empuk dan berbasa basi seakan serius mambahas kasus-kasus korupsi. Sedangkan setelah itu tenggelam tanpa ada hasil yang bisa dipertanggung jawabkan. Salah satunya kasus Bank Century.
Sungguh luar biasa dampak dari korupsi dan politik uang yang semakin lama semakin menjadi bahkan sudah menjadi ruh bgi pejabat-pejbat kita . Banyak hal yang menjadi korban.walau bagaimanapun keberhasilan para penegak hukum, para badan/ lembaga Negara yang menangani korupsi, namun tidak bisa menghilangkan koruspsi. Bahkan seakan-akan makin merajalela. Sudah banyak orang berhasil diugkap dan ditangkap, namun besok lusanya ada lagi berita tentang adanya korupsi. Sungguh capek, letih melihat semua ini.
Jadi, bagaimana caranya memberantas korupsi yang tiada hentinya ini. Dari segi hukum, Negara sudah memiliki hukum yang berfungsi menangkap, menyelidiki, mengadili dan memenjarakan para koruptor. Dari segi agama, setiap agama yang ada sangat tidak menganjurkan bagi
Siapa yang bertanggungjawab?
Beranjak dari perilkau korupsi semakin merajalela, maka penting untuk bangsa ini agar terus melakukan evaluasi dan pembelajaran secara terus menerus pada pola dan sistem perekrutan keanggotaan KPK. Mungkin lebih tepatnya, tugas ini merupakan juga milik sejumlah partai politik yang ada agar tidak sembarangan menempatkan kader-kadernya untuk duduk di parlemen. Hal tersebut merupakan langkah antisipatif, mengingat kejadian tersebut di atas dimungkinkan tidak dengan serta merta muncul pada saat itu saja. Bisa jadi tindakan tersebut merupakan salah satu kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh salah seorang kader partai, maka individu semacam ini tentu tidak boleh dipasang sebagai kader yang duduk di kursi parlemen.
Apabila kita tilik pada kasus yang terjadi dari kasus century dan kasus Gayus semua orang bingung siapa yang mau disalahkan dan siap yangg harus bertanggung jawab apakah KPK bisa menangkap siapa yang memakan begitu banyak uang miliyaran bahkan triliunan bahkan kasus yang sudah berbulan-bulan tentag kasus Nazaruddin dan kawan –kawan belum usai namun dengan politik ynag begitu rapid an tertata kasus ini hilang bhakan tenggelam dengan ksaus lapindo terus bagimana para pejabat dan para wakil rakyat menanggapi ini kok seakan-akan semua orang terdiam dan tidak mau tahu tentang suatu hal ini.
Pada sudut pandang yang lain, uang memang adalah penguasa tak terbantahkan dalam kehidupan, terutama bagi para penganut materealisme sejati. Dengan uang seseorang bisa membeli apa saja, termasuk di dalamnya adalah pemenuhan kegiatan korupsi. Sejatinya hal tersebut merupakan tindakan di atas kewajaran (amoral). Deskripsi ini jika dikorelasikan pada Prilaku partai demokrat tersebut di atas, maka bisa diterka bahwa anggota Partai demokrat yang bersangkutan sejatinya mengidap penyakit berbahaya yang bernama materelisme.
Korupsi dan politik uang tak henti-hentinya mengrogoti Negara kita bagaikan bom waktu yang sesekali meletus meghancurkan negra ini. Sekali dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, maka butuh waktu dan uang yang besar untuk mengungkap dan menangkap pelakunya. Bahkan uang yang digunakan untuk menangkap atau mengungkap kasus korupsi lebih besar dari uang yang dikorupsi oleh koruptor. Jika proses yang dilakukan benar dan berhasil, maka bisa menjadi bahan pertimbangan oleh masyarakat dan semua pihak. Namun jika proses yang dilakukan berhenti di tengah jalan tanpa hasil, alangkah sayangnya uang yang sudah habis untuk menjalankan proses itu.
Alangkah sayangnya uang Negara ini yang yang hakikatnya adalah uang rakyat dan harus digunakan untuk mensejahtrakan kehidupan rakyat, malah digunakan untuk membayar para orang hebat Negara ini duduk di kursi empuk dan berbasa basi seakan serius mambahas kasus-kasus korupsi. Sedangkan setelah itu tenggelam tanpa ada hasil yang bisa dipertanggung jawabkan. Salah satunya kasus Bank Century.
Sungguh luar biasa dampak dari korupsi dan politik uang yang semakin lama semakin menjadi bahkan sudah menjadi ruh bgi pejabat-pejbat kita . Banyak hal yang menjadi korban.walau bagaimanapun keberhasilan para penegak hukum, para badan/ lembaga Negara yang menangani korupsi, namun tidak bisa menghilangkan koruspsi. Bahkan seakan-akan makin merajalela. Sudah banyak orang berhasil diugkap dan ditangkap, namun besok lusanya ada lagi berita tentang adanya korupsi. Sungguh capek, letih melihat semua ini.
Jadi, bagaimana caranya memberantas korupsi yang tiada hentinya ini. Dari segi hukum, Negara sudah memiliki hukum yang berfungsi menangkap, menyelidiki, mengadili dan memenjarakan para koruptor. Dari segi agama, setiap agama yang ada sangat tidak menganjurkan bagi
Siapa yang bertanggungjawab?
Beranjak dari perilkau korupsi semakin merajalela, maka penting untuk bangsa ini agar terus melakukan evaluasi dan pembelajaran secara terus menerus pada pola dan sistem perekrutan keanggotaan KPK. Mungkin lebih tepatnya, tugas ini merupakan juga milik sejumlah partai politik yang ada agar tidak sembarangan menempatkan kader-kadernya untuk duduk di parlemen. Hal tersebut merupakan langkah antisipatif, mengingat kejadian tersebut di atas dimungkinkan tidak dengan serta merta muncul pada saat itu saja. Bisa jadi tindakan tersebut merupakan salah satu kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan oleh salah seorang kader partai, maka individu semacam ini tentu tidak boleh dipasang sebagai kader yang duduk di kursi parlemen.
Apabila kita tilik pada kasus yang terjadi dari kasus century dan kasus Gayus semua orang bingung siapa yang mau disalahkan dan siap yangg harus bertanggung jawab apakah KPK bisa menangkap siapa yang memakan begitu banyak uang miliyaran bahkan triliunan bahkan kasus yang sudah berbulan-bulan tentag kasus Nazaruddin dan kawan –kawan belum usai namun dengan politik ynag begitu rapid an tertata kasus ini hilang bhakan tenggelam dengan ksaus lapindo terus bagimana para pejabat dan para wakil rakyat menanggapi ini kok seakan-akan semua orang terdiam dan tidak mau tahu tentang suatu hal ini.
Pada sudut pandang yang lain, uang memang adalah penguasa tak terbantahkan dalam kehidupan, terutama bagi para penganut materealisme sejati. Dengan uang seseorang bisa membeli apa saja, termasuk di dalamnya adalah pemenuhan kegiatan korupsi. Sejatinya hal tersebut merupakan tindakan di atas kewajaran (amoral). Deskripsi ini jika dikorelasikan pada Prilaku partai demokrat tersebut di atas, maka bisa diterka bahwa anggota Partai demokrat yang bersangkutan sejatinya mengidap penyakit berbahaya yang bernama materelisme.
Dari uraian diatas Ada beberapa hal yang mungkin bisa
dijadikan cara untuk langkah antisipatitif memberantas korupsi dan
kejahatan lainnya. Pertama; dari segi hukum. Melihat bagaimana hukum sekarang
ini berjalan memang sangat tidak adil. Di mana ganjaran bagi para koruptor
kelas kakap masih ringan dibandingkan dengan kejahatan lainnya. Andai hukuman
bagi para koruptor lebih berat dari hukuman bagi masyarakat biasa yang mencuri
ayam, dan bahkan lebih berat dari hukumam kasus pembunuhan, para koruptor akan
berpikir dua kali untuk melakukan korupsi. Yang pastinya juga koruptor tersebut
harus mengembalikan jumlah uang yang dikorupsinya. Intinya, hukuman bagi
koruptor lebih berat, lebih sakit dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya.
Karena yang menerima danpaknya bukan cuma satu dua orang. Tapi masyarakat dan
Negara.
Kedua; Pastinya adalah agama. Di mana setiap agama mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan kebaikan dan melarang melakukan kejahatan. Namun pendidikan agama sekarang ini sudah sangat kuruang. Kita menemukan pendidikan tentang agama secara intens hanya pada pesentren, madrasah, atau yang sejenisnya di agama lain. Di jenjang pendidikan yang umum, juga sangat jauh sekali.
Kedua; Pastinya adalah agama. Di mana setiap agama mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan kebaikan dan melarang melakukan kejahatan. Namun pendidikan agama sekarang ini sudah sangat kuruang. Kita menemukan pendidikan tentang agama secara intens hanya pada pesentren, madrasah, atau yang sejenisnya di agama lain. Di jenjang pendidikan yang umum, juga sangat jauh sekali.
Di tingkat Sekoah Dasar sampai Sekolah Menengah
Utama, pelajaran agama hanya ada di bidang studi pendididikan agama. Sedangkan
di perguruan tinggi hanya ada mata kuliah Agama. Dan itu hanya ditemui di satu
semester saja dengan beberapa kali pertemuan saja. Pastinya itu tidak akan
cukup. Jika melihat perkembangan jaman yang semakin pesat. Jika pendidikan agam
lebih diperbanyak dan secara kontinyu, pastinya akan memberikan danpak yang
cukup baik untuk menjadikan manusia menjadi lebih baik. Baik dari segi
pengetahuan umum, maupun pengetahuan agama.
Ketiga; larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah bila kita menilik ke zaman Nabi Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar separo untuk kaum muslimin dan sisanya untuk orang Yahudi datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar ia mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi.
Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah, “Suap yang kalian tawarkan adalah haram, dan kaum muslimin tidak memakannya”. Mendengar ini, orang Yahudi berkata, “Karena itulah (ketegasan Abdullah) langit dan bumi tegak” (Imam Malik dalam al-Muwatta’). Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad). Nabi sebagaimana tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras Ibnul Atabiyah lantaran menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan Bani Sulaym. Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah. Wallahu A’lam bisshawab. (*)
Ketiga; larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah bila kita menilik ke zaman Nabi Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar separo untuk kaum muslimin dan sisanya untuk orang Yahudi datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar ia mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi.
Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah, “Suap yang kalian tawarkan adalah haram, dan kaum muslimin tidak memakannya”. Mendengar ini, orang Yahudi berkata, “Karena itulah (ketegasan Abdullah) langit dan bumi tegak” (Imam Malik dalam al-Muwatta’). Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad). Nabi sebagaimana tersebut dari hadis riwayat Bukhari mengecam keras Ibnul Atabiyah lantaran menerima hadiah dari para wajib zakat dari kalangan Bani Sulaym. Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah. Wallahu A’lam bisshawab. (*)
0 komentar:
Post a Comment