Menguji Elektabilitas Capres 2014



Oleh Zulhilmi
Penulis adalah pemerhati masalah politik
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Popularitas tentunya tidak cukup jika tidak dibarengi dengan Track Record yang baik. Hal ini mungkin yang perlu ditunjukkan oleh Capres maupun Cawapres 2014 nanti pada publik. Politik pencitraan sudah bukan zamannya lagi dalam pandangan masyarakat. Namun yang perlu diingat bahwa publik ingin sebuah gebrakan yang dapat membangun negara ini.

Beberapa tokoh yang sering muncul di media cetak dan elektronik mempromosikan diri sebagai calon pemimpin masa depan. Selama ini negara kita telah jauh dari sebuah falsafah pancasila yang sebenarnya. Negara ini memang mempunyai luas wilayah yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Ironisnya kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia masih belum terealisasi maksimal. Pemimpin terus berganti namun perbaikan dan kesejahteraan bagi masyarakat masih sangat jauh dari harapan.

Pemilu 2014 memang masih setahun lagi, namun selama ini masyarakat Indonesia masih belum merasakan manfaatnya. Berbagai kasus-kasus korupsi telah membawa Indonesia menjadi negara terkorup di dunia. Budaya malu tidak sehebat negara Jepang dalam aplikasinya. Pemimpin yang terpilih selama ini tidak sesuai harapan para konstituen. Peminpin Indonesia kedepan sudah mulai tergambar dalam intuisi masyarakat. Selama ini memang beberapa tokoh mewarnai bursa Capres. Golkar tetap mengusung Aburizal Bakrie, Gerindra tetap dengan Prabowo Subianto, Nasdem dengan Surya Paloh Capresnya, Hanura Yang telah Mantap Mengusung Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo. Sementara Demokrat Masih disibukkan dengan konvensi Capres untuk mendongkrak elektabilitasnya. Tentunya masyarakat Indonesia menyimak proses politik yang berkembang selama ini.

Konvensi partai Demokrat memang menjadi daya tarik tersendiri bagi publik. Para peserta yang dijaring pada konvensi kali ini adalah tokoh-tokoh ternama. Seperti Gita Wirjawan, Mahfud MD, Anis Baswedan, Dahlan Iskan, Jusuf Kala dan beberapa tokoh lainnya. Namun bursa Capres mulai berubah ketika muncul sosok fenomenal. Jokowi sang gubernur DKI Jakarta merupakan pecutan bagi tokoh-tokoh yang selama ini muncul di media. Gaya kepemimpinan Jokowi telah mengubah paradigma masyarakat tentang sosok pemimpin yang ideal bagi Indonesia. Bursa capres 2014 semakin kompetitif setelah mantan walikota Solo ini memimpin Jakarta dan banyak melakukan berbagai gebrakan. Selama ini Jokowi selalu mengisi pemberitaan media dengan berbagai kebijakannya. Diawal kepemimpinannya telah mewujudkan Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Lelang Jabatan Camat dan Lurah DKI Jakarta, Normalisasi Waduk Pluit dan terakhir Penataan PKL Tanah Abang. Keberhasilan tersebut sudah ditunjukkan dalam masa kerja sepuluh bulan walaupun ada kelemahan dan kelebihannya.

Fenomena ini mengubah paradigma pemimpin yang dulunya berjarak menjadi lebih dekat dengan rakyat. Masyarakat telah lama merindukan sosok pemimpin yang merakyat pasca reformasi yang sudah cukup lama berjalan. Sosok fenomenal ini tentunya harus mendapat restu dari Sepepuh Partainya PDIP Megawati Soekarno Putri. Survey Litbang Kompas dimulai Desember 2012 hingga Juni 2013 Menunjukkan elektabilitas Jokowi Naik dari 17,1 Persen menjadi 32,2 persen. Selanjutnya Prabowo dari 13,13 persen menjadi 15,1, Megawati 8,0 persen Menjadi 9,3 persen, Jusuf Kala 4,5 persen menjadi 6,7 dan Aburizal Bakrie 5,9 persen menjadi 8,8 persen (Harian Kompas). Namun begitu ketika dikonfirmasi kepadanya dengan tegas Jokowi mengatakan “saya fokus ngurusin Jakarta”. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Jokowi tidak berambisi untuk menjadi Capres 2014. Peluang memang besar namun sang gubernur tegas mengatakan bahwa memfokuskan pada penanganan problem Jakarta.
Jokowi Jadi Incaran.

Fenomena ini menyebabkan partai-partai besar melirik sang gubernur untuk dipinang berkoalisi. Namun ada juga partai lain yang ingin Jokowi sebagai Capresnya. Dalam konvensi Demiokrat Jokowi diundang tetapi sang gubernur menolak tawaran tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Jokowi kader yang loyal terhadap PDIP. Sebenarnya ini sebuah keuntungan tersendiri bagi PDIP untuk meraup kekuasaan di parlemen. Peluang ini sangat besar bila dimanfaatkan oleh PDIP untuk menjadi pemenang pada pemilu legeslatif 2014. Kinerja Jokowi yang populer menjadikan beliau “pemikat” yang dilirik oleh partai-partai lain. Memang hasil survey tak menjamin yang sebenarnya, namun proses politik pasti akan berubah. PDIP mempertimbangkan secara matang dalam mengambil keputusan. Hasil kongres nanti akan memutuskan Capres dan Cawapresnya. PDIP melihat hasil pemilu legislatif 2014 dulu sebelum menentukan sikap politiknya. Penentuan Capres dan Cawapres sangat ditentukan dari kemenangan Pemilu legislatif 2014.

Sampai saat ini PDIP masih belum memutuskan sikapnya tentang Capres 2014. Walaupun beberapa lembaga survey membuktikan kader terbaiknya berada di rangking teratas. Namun, pertimbangan yang matang sedang dilakukan PDIP agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Responden yang ada di seluruh indonesia menginginkan Jokowi dicalonkan oleh partainya sebagai Capres. Respons ini masih ditanggapi biasa saja oleh PDIP yang masih tetap menunggu hasil pemilu legislatif 2014. PDIP tidak mau gegabah dalam mengambil sebuah kebijakan. Tentunya perlu kejelian dalam melihat proses politik kedepan. PDIP memiliki sebuah strategi yang jitu dan tidak mau terlalu prematur dalam sikap politik. Salah melangkah bisa mengancam elektabilitas partai yang periode ini menjadi oposisi pemerintah.

Rakyat Pemberi Mandat

Masyarakat selaku konstituen pemilih juga memilih dengan kecerdasan agar tercapai keinginan dan harapannya. Elektabilitas tokoh sangat menentukan dari Track Record serta popularitas yang memiliki kinerja berkualitas. Pencitraan sudah tidak menarik lagi bagi masyarakat namun bukti kerja nyata. Mewujudkan janji politik yang diharapkan oleh masyarakat. Namun, bila kepercayaan itu dikhianati maka gelombang Golput semakin meningkat dari priode setiap pesta demokrasi. Partai politik juga harus kembali pada pola dasar memberikan pendidikan politik yang cerdas. Kemungkinan pemilu 2014 ini gelombang golput sangat signifikan karena faktor kekecewaan para konstituen pemilu. Hal ini mesti diantisipasi karena pemilu sangat penting dalam memperbaiki kondisi bangsa. Pemilu 2014 nanti sangat menentukan bagaimana perkembangan Indonesia ke depan.

Penentuan ada ditangan Masyarakat  ditentukan dari kecerdasan masyarakat dalam memilih. hasil dari pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden merupakan kualitas pemilih yang partisipatif. Kondisi bangsa ini akan berubah jika partisipasi kita untuk menciptakan pros demokrasi yang baik. Capres 2014 memang akan bertarung tahun depan. Tugas kita sebaagai masyarakat melihat dan mengamati mana calon pemimpin yang paling ideal memimpin Indonesia untuk periode mendatang. Semua itu akan terjawab di 2014 semoga. (*)


Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Post a Comment