Oleh Drs. M. Sofyan
Lubis, S.H.
Praktisi Hukum
NASIONALISME adalah satu paham atau ajaran yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara mewujudkan satu konsep identitas
bersama untuk sekelompok manusia dimana bahasa dan budaya menjadi unsur
pengikat dalam melakukan interaksi sosial. Unsur pengikat inilah yang
melahirkan kesadaran akan nasionalisme komunitas/rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan
lingkungan luar yang mengganggu.
Dalam sejarah Indonesia khususnya, nasionalisme masih sangat
penting akan keberadaannya, Pertama, misalnya, sebagai ideologi pemersatu untuk
melawan penjajah Belanda, atau Jepang, atau dalam melawan hegemoni
neo-kolonilalisme. Dulu, kalau orang-orang di kepulauan nusantara ini tersebar
terus, tidak ada ideologi yang mempersatukan dan tentu dengan mudah Belanda
menguasai kita. Sangat mungkin orang-orang di kepulauan Nusantara justru saling
berperang sendiri. Apalagi, ketika politik adu domba Belanda terus menerus
memompakan permusuhan dan konflik-konflik.
Kedua, sebagai konsekuensinya, ketika orang-orang di kepulauan
Nusantara tadi berhasil memerdekakan dirinya, nasionalisme paling tidak sebagai
wacana ideologis untuk membangkitkan semangat mengisi kemerdekaan Indonesia .
walaupun kadang nasionalisme semacam ini disalahtafsirkan, dengan alasan
nasionalisme Indonesia
kita menyimpan kecenderungan bermusuhan dengan bangsa lain.
Tapi, sisi positifnya tentu banyak, sebagai bangsa baru yang menemukan dirinya, kita berusaha tetap kompak sehingga banyak konflik yang berpotensi mengancam persatuanIndonesia dapat
diatasi atas nama nasionalisme Indonesia .
Ketiga, nasionalisme paling tidak dapat dipakai untuk memberikan identitas
keindonesiaan, agar Indonesia
itu ada di dunia. Akan tetapi, apa yang dicatat dunia dengan nasionalisme Indonesia .
Mungkin tidak banyak. Waktu itu, terlepas dari konstruksi orientalisme, orang
lebih mengenal Indonesia sebagai bangsa yang cukup ramah, negara terbelakang
dan miskin, negara yang memiliki bahasa persatuan Indonesia, yang mengatasi
lebih dari 600-an bahasa-bahasa lokal yang hingga hari ini tetap bertahan.
Negara kitaIndonesia
jauh hari telah mencanangkan berbagai pemahaman Nasionalisme dalam konsep
Wawasan Nusantara yang dituangkan dalam satu kesatuan: Ideologi , Politik,
Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama, Pertahanan Keamanan Nasional ). Sebagai
konsekuensinya setiap warganegara Indonesia, apalagi ketika ia dicalonkan
sebagai pemimpin di dalam struktur kekuasaan yang ada tentu harus memiliki
Wawasan Nusantara dimana yang bersangkutan harus punya kewajiban mutlak untuk
ikut mempertahankan satu kesatuan wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke
yang dituangkan dalam konsep IPOLEKSOSBUDAGHANKAMNAS.
Sekarang ini dari hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, kedaerahan, keagamaan dan/atau antar golongan.
Sejarah membuktikan, selama 30 tahun terakhirIndonesia tercengkeram oleh satu
model kekuasaan yang otoritarian, yang biasa disebut rezim Orde Baru. Sebagai
akibatnya, banyak masalah ketidaksukaan dan ketidakpuasan bergolak di bawah
permukaan. Yang paling menonjol saat itu adalah matinya demokrasi, menjamurkan
KKN, tidak adanya hukum yang berkeadilan, dan sebagainya. Akibat kondisi
terebut, potensi keretakan berubah menjadi bom waktu. Banyak orang mencoba
memobilisasi agama, atau etnisitas, atau bahkan mengusung wacana dunia seperti
demokrasi dan keadilan universal untuk melakukan konsolidasi resistensi.
Tapi, sisi positifnya tentu banyak, sebagai bangsa baru yang menemukan dirinya, kita berusaha tetap kompak sehingga banyak konflik yang berpotensi mengancam persatuan
Negara kita
Sekarang ini dari hasil pengamatan para ahli tidak dapat dipungkiri, rasa nasionalisme bangsa kita sangatlah menipis, bahkan terancam punah. Yang muncul adalah Ikatan Primordialisme, yang berkiblat pada ikatan kesukuan, kedaerahan, keagamaan dan/atau antar golongan.
Sejarah membuktikan, selama 30 tahun terakhir
Dengan tergesa-gesa dan ceroboh, rezim menyelesaikan resistensi
itu dengan kekerasan terbuka atau tersembunyi. Kita tahu, pada waktu itu aparat
militer sungguh berkuasa dan menakutkan. Apakah militer melakukan itu dengan
memegang semangat nasionalisme Indonesia .
Namun, strategi yang paling jitu untuk menangkal resistensi itu pemerintah Orde
Baru memanfaatkan nasionalisme untuk mengontrol dan menek potensial yang
menghancurkan pemerintahan bahkan negara. Dalam hal ini nasionalisme haruslah
dibangun sedemikian rupa yang berkiblat pada bagaimana mempertahankan
pluralisme (Bhineka Tunggal Ika) agar kekecewaan-kekecewaan yang terjadi di
lokal-lokal dapat dipatahkan.
Nasionalisme Indonesia
dikedepankan untuk menahan agar nasionalisme etnis, atau nasionalisme agama,
atau nasionalisme geografis tidak berkembang menjadi kekuatan yangal Ika)
Negara Indonesia
di dalam wawasan nusantara, yang mengakomodir ketergantungan global. Namun nasionalisme semacam itupun
sangat sulit dibangun jika sistem sosial, sistem hukum dan sistem pemerintahan
telah terkontaminasi dengan budaya korup yang tidak dapat dicegah. Selama Orde
Baru, sistem politik atau struktur kekuasaan telah memungkinkan merajalelanya
korupsi besar-besaran di segala bidang.
Korupsi yang “membudaya” ini telah membikin kerusakan-kerusakan
parah bahkan sampai kepada budaya prilaku masyarakat lapisan bawah yang
memandang korupsi sebagai bagian dari sistem sosial, politik, ekonomi, hukum
dan pemerintahan. Sekalipun dalam undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi mulai dari UU No.31 tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001 yang dalam
pertimbangannya telah menegaskan bahwa “akibat tindak pidana korupsi yang
terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
juga menghabat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut
efisiensi tinggi”. Korupsi tidak hanya sekedar merusak keuangan dan
perekonomian negara, akan tetapi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang berdaulat.
Kita butuh faham nasionalisme yang baru atau faham Nasionalisme
yang ke-II, dimana Nasionalisme yang baru ini benar-benar berkiblat pada faham Bhineka Tunggal Ika, karena
tidak mungkin ada persatuan jika masyarakatnya kita tidak mampu menjadi orang
yang berbeda dengan orang lain atau tidak mampu mengatasi perbedaannya,
terbangunnya sikap bersama bagaimana Korupsi Harus diberantas tuntas karena
bertentangan dengan pembangunan nasional disegala bidang serta terbangunnya sikap setiap warganegara
Indonesia tentang keharusan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara Indonesia
yang memahami wawasan nusantara sebagai satu kesatuan yang integral dari :
Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, pertahanan dan keamanan
nasional.
Nasionalisme tidak akan pernah dimiliki oleh seorang Koruptor,
karena Koruptor adalah parasit negara yang menyengsarakan kehidupan rakyat dan
membangkrutkan negara menjadi hancur. Dari dahulu kita sudah sama tahu bahwa
penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi adalah adanya unsur "rangsangan".
Kenyataan ini berkaitan dengan rendahnya iman dan taqwa yang dimiliki oleh para
penyelenggara negara dan pihak lain yang terlibat meguasai keuangan negara
serta adanya unsur "kesempatan". Hal ini berkaitan dengan rendahnya
unsur "pengawasan" dalam managemen pengelolaan keuangan negara.
Orang tidak mungkin mau korupsi jika ia tidak terangsang dan
tidak ada kesempatan untuk itu. Obsesi korupsi tentu disebabkan gaya hidup yang
senang pamer, merasa banyak uang akan dihargai orang, untuk membiayai proyek mencari
kekuasaan, untuk biaya gengsi sosial yang terlanjur tinggi, untuk modal usaha
sebagai jaminan hari tua, terpaksa untuk membiayai kebutuhan pokok yang
mendesak, seperti biaya sekolah anak, biaya pengobatan keluarga yang sakit dan
lain sebagainya.
Masyarakat Indonesia yang menganut ekonomi pasar dan neo
liberalisme tidak dapat menghindari terjangkitnya gaya hidup mewah yang
memerlukan biaya yang tinggi, sementara pendapatan dan daya belinya yang
rendah, maka tidak dapat menghindari dari rangsangan untuk korupsi, apalagi
Iman dan Taqwa sebagian besar masyarakat kita sangat diragukan. Sekarang mau
diberantas dari mana wahai petinggi2 para elite pemerintah dan elite politik di
negeri ini. (*)
0 komentar:
Post a Comment