Oleh Ardi Winangun
Pengiat Komunitas Penulis Lapak Isu (Koplaks)
Pengiat Komunitas Penulis Lapak Isu (Koplaks)
Mencari popularitas sekarang merupakan
kegiatan yang ngetrend dilakukan oleh banyak orang, terutama oleh kaum politisi
dan pelaku di dunia hiburan. Mencari popularitas dilakukan agar orang itu
menjadi popular. Dengan popular maka dirinya menjadi dikenal banyak orang. Bila
sudah terkenal maka kemungkinan dirinya dipilih menjadi wakil rakyat, kepala
daerah, bahkan presiden, besar peluangnya. Popularitas berbanding lurus dengan
faktor keterpilihan benar adanya sebab mana ada orang yang tidak dikenal tak
dipilih orang. kan ada pepatah tak kenal maka tak sayang. Demikian pula di
dunia hiburan, semakin popular maka semakin banyak kontrak show yang
ditandatanganinya.
Kaum politisi untuk mencari popularitas biasanya menempuh dengan berbagai cara seperti blusukan ke tengah-tengah masyarakat, memasang iklan di media massa seperti koran, majalah, televisi, radio; bisa pula dengan memasang spanduk atau baliho di tempat-tempat strategis.
Cara-cara lazim yang dilakukan oleh politisi itu bisa dikatakan lazim, lumrah, dan sudah diterima oleh masyarakat. Namun sekarang ada cara mencari popularitas dengan cara-cara yang tak lazim dan tak lumrah. Tujuan mencari popularitas dengan cara tak lazim ini sebenarnya sama dengan tujuan para politisi tadi yakni ingin popular.
Bila para politisi mencari popularitas dengan menggunakan modal, baik pikiran maupun finansial, namun para pencari popularitas yang menggunakan cara tak lazim, biasanya dari kalangan dunia hiburan, menggunakan keanehan dan kelebihan yang ada pada tubuhnya.
Kita lihat para foto model, khususnya foto untuk kaum dewasa, mencari popularitas dengan memamerkan bagian-bagian tubuhnya yang seksi dan mulus. Dengan menunjukkan tubuhnya yang mengundang mata orang untuk memelototi dan melirik, maka si foto model tersebut menjadi banyak dikenang dan diingat orang.
Kebiasaan memamerkan tubuhnya di depan kamera dengan tujuan mencari popularitas akan menjadi andalan si foto model itu untuk menjaga popularitas. Bila tidak popular lagi maka dia mencari popularitas kembali dengan cara-cara yang lebih berani, misalnya foto dalam keadaan tanpa pakaian sehelai benang pun. Kepopularan artis yang demikian juga bisa digunakan untuk modal menjadi caleg atau calon kepala daerah. Banyak artis yang sudah biasa memamerkan tubuhnya menjadi caleg DPR atau calon kepala daerah.
Kalau dikatakan pelaku di dunia hiburan yang mencari popularitas dengan cara-cara tak lazim tidak mempunyai malu, itu benar adanya. Buktinya seorang foto model majalah dewasa yang telah menabrak orang di jalan ketika proses hukumnya berjalan, ia tak malu-malu mejeng di depan hakim, jaksa, pembela, dan pengunjung sidang di Pengadilan.
Seorang yang bersalah, dalam budaya Timur, biasanya orang itu akan malu-malu dan menutup diri dari segala hal yang mempublikasikan dirinya namun anehnya si foto model itu tak sungkan-sungkan berpakaian seksi, tampil cantik, dan mejeng dengan aneka pose untuk dipotret pewarta foto. Si foto model tadi pasti berpikir dengan cara tak lazim itu dirinya akan popular dan pastinya ia akan mendapat tawaran lagi pemotretat atau main sinetron atau film. Meski divonis hukuman penjara 7 bulan namun sepertinya ia tak peduli. Dengan wajah yang tak menampakkan penyesalan ia mengatakan akan melakukan banding.
Mengapa orang-orang sekarang gemar mencari popularitas? Faktornya. Pertama, di tengah semakin sulitnya hidup dan budaya konsumtif yang massif, orang ingin hidup enak. Bila mencari kehidupan yang enak dan mewah dengan cara-cara normal dirasa terlalu lama buahnya sehingga orang akan mencari jalan instant, potong kompas. Untuk itu orang menggunakan cara-cara yang tak lazim, dengan berbuat hal-hal yang tak sesuai dengan kaidah dan norma masyarakat.
Masyarakat yang ingin menjadi wakil rakyat, kepala daerah, bahkan presiden, ia akan menggunakan cara agar cita-citanya itu tercapai. Maka cara-cara yang tak sesuai dengan norma hukum dilakukan seperti menyogok (money politic), mengintimidasi, dan meneror lawan-lawannya. Bila orang itu bermodalkan tubuh maka tubuh-tubuhnya itu akan ‘dijual.’ Bayangkan berapa duit yang akan didapat bila seseorang perempuan seksi berani difoto dengan posisi yang menantang.
Bila cita-cita dari calon politisi dan foto model tercapai maka selain popular juga hidup dalam kemewahan. Mereka dengan bangga hilir mudik dengan menggunakan mobil mewah, ke setiap tempat selalu dikerubuti orang, dan selalu menjadi bahan berita.
Kedua, ketidakadaan keahlian. Orang yang menggunakan cara-cara tak lazim untuk mencari popularitas biasanya mereka orang-orang yang tak mempunyai keahlian dalam bidang-bidang tertentu sehingga apa yang dilakukan terkesan bisa dilakukan semua orang, tinggal orang itu mau atau tidak melakukan. Menjadi foto model untuk majalah dewasa semua perempuan bisa, tinggal perempuan-perempuan itu mau atau tidak. Demikian juga untuk menjadi anggota DPR, semua orang bisa, tidak ada syarat-syarat khusus, tinggal orang itu mau atau tidak, punya modal apa enggak.
Hebohnya berita Vicky Prasetyo soal bahasa yang digunakan, menunjukkan bahwa Vicky tidak memahami atau tak mempunyai keahlian dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga bahasa yang diucapkan tak lazim. Akibatnya dia memang popular namun cara mencari popularitasnya sama seperti bahasa yang diucapkan, yakni tak lazim.
Ketiga, adanya sebuah krisis identitas. Budaya globalisasi yang deras mendera masyarakat membuat banyak orang kehilangan jati dirinya. Tayangan yang ada di media massa seperti televisi, koran, majalah, dan film seolah menjadi tuntunan mereka dalam hidup. Bayangkan akibat maraknya girlsband dari Korea Selatan membuat para remaja di sekitar kita berpenampilan seperti para grirlsband. Para remaja menjadikan tontonan menjadi tuntunan sebab tuntunan yang ada justru tidak ramah bagi para remaja.
Keempat, tak adanya tauladan. Masyarakat berbuat cara-cara yang tak lazim untuk mencari popularitas bisa juga disebabkan tak adanya tauladan dari para pemimpin, baik pemimpin formal maupun masyarakat. Asyiknya para pemimpin kita melakukan korupsi dan berebut kekuasaan menyebabkan masyarakat kehilangan contoh yang baik. Karena tidak ada contoh yang baik maka masyarakat menggunakan caranya sendiri, yang telah dirasuki contoh yang jelek dari pemimpin, untuk berbuat sesuatu. (*)
Kaum politisi untuk mencari popularitas biasanya menempuh dengan berbagai cara seperti blusukan ke tengah-tengah masyarakat, memasang iklan di media massa seperti koran, majalah, televisi, radio; bisa pula dengan memasang spanduk atau baliho di tempat-tempat strategis.
Cara-cara lazim yang dilakukan oleh politisi itu bisa dikatakan lazim, lumrah, dan sudah diterima oleh masyarakat. Namun sekarang ada cara mencari popularitas dengan cara-cara yang tak lazim dan tak lumrah. Tujuan mencari popularitas dengan cara tak lazim ini sebenarnya sama dengan tujuan para politisi tadi yakni ingin popular.
Bila para politisi mencari popularitas dengan menggunakan modal, baik pikiran maupun finansial, namun para pencari popularitas yang menggunakan cara tak lazim, biasanya dari kalangan dunia hiburan, menggunakan keanehan dan kelebihan yang ada pada tubuhnya.
Kita lihat para foto model, khususnya foto untuk kaum dewasa, mencari popularitas dengan memamerkan bagian-bagian tubuhnya yang seksi dan mulus. Dengan menunjukkan tubuhnya yang mengundang mata orang untuk memelototi dan melirik, maka si foto model tersebut menjadi banyak dikenang dan diingat orang.
Kebiasaan memamerkan tubuhnya di depan kamera dengan tujuan mencari popularitas akan menjadi andalan si foto model itu untuk menjaga popularitas. Bila tidak popular lagi maka dia mencari popularitas kembali dengan cara-cara yang lebih berani, misalnya foto dalam keadaan tanpa pakaian sehelai benang pun. Kepopularan artis yang demikian juga bisa digunakan untuk modal menjadi caleg atau calon kepala daerah. Banyak artis yang sudah biasa memamerkan tubuhnya menjadi caleg DPR atau calon kepala daerah.
Kalau dikatakan pelaku di dunia hiburan yang mencari popularitas dengan cara-cara tak lazim tidak mempunyai malu, itu benar adanya. Buktinya seorang foto model majalah dewasa yang telah menabrak orang di jalan ketika proses hukumnya berjalan, ia tak malu-malu mejeng di depan hakim, jaksa, pembela, dan pengunjung sidang di Pengadilan.
Seorang yang bersalah, dalam budaya Timur, biasanya orang itu akan malu-malu dan menutup diri dari segala hal yang mempublikasikan dirinya namun anehnya si foto model itu tak sungkan-sungkan berpakaian seksi, tampil cantik, dan mejeng dengan aneka pose untuk dipotret pewarta foto. Si foto model tadi pasti berpikir dengan cara tak lazim itu dirinya akan popular dan pastinya ia akan mendapat tawaran lagi pemotretat atau main sinetron atau film. Meski divonis hukuman penjara 7 bulan namun sepertinya ia tak peduli. Dengan wajah yang tak menampakkan penyesalan ia mengatakan akan melakukan banding.
Mengapa orang-orang sekarang gemar mencari popularitas? Faktornya. Pertama, di tengah semakin sulitnya hidup dan budaya konsumtif yang massif, orang ingin hidup enak. Bila mencari kehidupan yang enak dan mewah dengan cara-cara normal dirasa terlalu lama buahnya sehingga orang akan mencari jalan instant, potong kompas. Untuk itu orang menggunakan cara-cara yang tak lazim, dengan berbuat hal-hal yang tak sesuai dengan kaidah dan norma masyarakat.
Masyarakat yang ingin menjadi wakil rakyat, kepala daerah, bahkan presiden, ia akan menggunakan cara agar cita-citanya itu tercapai. Maka cara-cara yang tak sesuai dengan norma hukum dilakukan seperti menyogok (money politic), mengintimidasi, dan meneror lawan-lawannya. Bila orang itu bermodalkan tubuh maka tubuh-tubuhnya itu akan ‘dijual.’ Bayangkan berapa duit yang akan didapat bila seseorang perempuan seksi berani difoto dengan posisi yang menantang.
Bila cita-cita dari calon politisi dan foto model tercapai maka selain popular juga hidup dalam kemewahan. Mereka dengan bangga hilir mudik dengan menggunakan mobil mewah, ke setiap tempat selalu dikerubuti orang, dan selalu menjadi bahan berita.
Kedua, ketidakadaan keahlian. Orang yang menggunakan cara-cara tak lazim untuk mencari popularitas biasanya mereka orang-orang yang tak mempunyai keahlian dalam bidang-bidang tertentu sehingga apa yang dilakukan terkesan bisa dilakukan semua orang, tinggal orang itu mau atau tidak melakukan. Menjadi foto model untuk majalah dewasa semua perempuan bisa, tinggal perempuan-perempuan itu mau atau tidak. Demikian juga untuk menjadi anggota DPR, semua orang bisa, tidak ada syarat-syarat khusus, tinggal orang itu mau atau tidak, punya modal apa enggak.
Hebohnya berita Vicky Prasetyo soal bahasa yang digunakan, menunjukkan bahwa Vicky tidak memahami atau tak mempunyai keahlian dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga bahasa yang diucapkan tak lazim. Akibatnya dia memang popular namun cara mencari popularitasnya sama seperti bahasa yang diucapkan, yakni tak lazim.
Ketiga, adanya sebuah krisis identitas. Budaya globalisasi yang deras mendera masyarakat membuat banyak orang kehilangan jati dirinya. Tayangan yang ada di media massa seperti televisi, koran, majalah, dan film seolah menjadi tuntunan mereka dalam hidup. Bayangkan akibat maraknya girlsband dari Korea Selatan membuat para remaja di sekitar kita berpenampilan seperti para grirlsband. Para remaja menjadikan tontonan menjadi tuntunan sebab tuntunan yang ada justru tidak ramah bagi para remaja.
Keempat, tak adanya tauladan. Masyarakat berbuat cara-cara yang tak lazim untuk mencari popularitas bisa juga disebabkan tak adanya tauladan dari para pemimpin, baik pemimpin formal maupun masyarakat. Asyiknya para pemimpin kita melakukan korupsi dan berebut kekuasaan menyebabkan masyarakat kehilangan contoh yang baik. Karena tidak ada contoh yang baik maka masyarakat menggunakan caranya sendiri, yang telah dirasuki contoh yang jelek dari pemimpin, untuk berbuat sesuatu. (*)
0 komentar:
Post a Comment