Ketidakmerataan Ekonomi, Dualisme dan Ekonomi Rakyat

Oleh Rika Hariance, SP, M.Si

Alumni Universitas Andalas

MICHAEL P. Todaro dalam bukunya Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. 

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menambah jumlah investasi-investasi baru yang pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja yang banyak dan mengurangi angka pengangguran. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi ekonomi yang baik. 

Sebuah perencanaan yang baik, akan mampu memanfaatkan semua potensi yang ada pada alam Indonesia secara optimal dan akan mengantarkan Indonesia menjadi negara yang makmur. 

Pada masa orde baru, para pembuat kebijaksanaan dan perencana pembangunan sangat percaya bahwa pembangunan ekonomi di pulau Jawa (Jakarta dan sekitarnya) akan menghasilkan "Trickle Down Effects" atau efek tetesan minyak ke daerah lainnya yang berada di sekitar pulau Jawa. Namun demikian ketika diimplementasikan, ‘keyakinan’ mereka justru sangat bertolak belakang.

Perhatian mereka justru hanya terpusat pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pemerataan pembangunan. Hal ini bisa dilihat dari ketidak-merataan distribusi pendapatan nasional. Padahal distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya hasil pembangunan suatu negara. 

Perlu diketahui ketidakmerataan distribusi pendapatan atau kesenjangan ekonomi dan kemiskinan merupakan dua masalah besar pada negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. 

Bambang Ismawan dalam artikelnya tentang ekonomi kerakyatan menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi Indonesia disebabkan oleh asumsi bahwa apabila pertumbuhan ekonomi tinggi maka dengan sendirinya kemiskinan akan berkurang. 

Dalam struktur yang timpang itu, sekelompok kecil elit ekonomi yang berjumlah 1% mendapatkan berbagai fasilitas dan hak istimewa untuk menguasai sebagian besar sumberdaya ekonomi dan mendominasi sumbangan PDB, pertumbuhan ekonomi maupun pangsa pasar. Sementara 99% kelompok lainnya termarginalkan. 

Menurut Ekonom Belanda J.H.Booke, fenomena ini adalah sebuah bentuk dualisme ekonomi (perekonomian ganda), yaitu ada sektor besar dengan kemampuan modern berdampingan dengan sektor kecil dengan kemampuan tradisional. 

Contoh sederhana adalah seperti yang kita saksikan pada sebagian kota besar di Indonesia, dimana pasar modern berdampingan dengan pasar tradisonal, perkebunan besar dengan kebun rakyat, atau gedung bertingkat pencakar langit dengan perumahan kumuh masyarakat disekitarnya.

Pembangunan yang berorientasi hanya pada pertumbuhan saja tidak mampu menghilangkan dualisme ekonomi tersebut, namun malah membuatnya semakin kuat, hingga jurang antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Dari sini timbul pertanyaan bagaimana mengatasinya?

Ada baiknya kita mendengar kembali petuah almarhum Sajogyo soal mengatasi ketimpangan ini. Ia menyebutkan bahwa caranya dapat ditempuh melalui penciptaan iklim ekonomi dengan dua kata kunci: pertama meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kedua mewujudkan keadilan sosial. 

Ini lah yang kemudian kita sebut dengan ekonomi kerakyatan. Pada ekonomi rakyat, pemerintah dapat mengembangkan sektor pertanian, manufaktur dan bangunan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Sehingga pada akhirnya perekonomian akan meningkat, dan pengentasan kemiskinan serta pemerataan pendapatan yang dicita-citakan akan dapat tercapai. 

Hal ini sebagai mana dikatakan Mahhub Ul Haq bahwa pengentasan kemiskinan adalah cara untuk meningkatkan GNP bukan GNP yang menghilangkan kemiskinan, kutipan dalam buku M. P. Todaro Pembangunan  Ekonomi.

Oleh karena itu perlu kembali ditegaskan bahwa bahwa ekonomi rakyat merupakan salah satu konsep pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tidak berdasarkan peningkatan pendapatan perkapita, GNP atau PDB tetapi program pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. (*)




Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Post a Comment