Oleh Dra. Ade Nani Suryani
Guru SMA Negeri 1 Punggur Lampung Tengah
PROSES pembelajaran merupakan wujud nyata dari aktifitas belajar dari peserta didik kepada pendidik. Dalam aktifitas itu, peserta didik dan pendidik melakukan serangkaian kegiatan untuk perubahan demi tercapainya suatu tujuan. Menurut kamus besar Bahasa
Definisi tersebut senada dengan pendapat beberapa ahli antara lain : James O. Whittaker mengemukakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedangkan Winkel berpendapat bahwa, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, belajar adalah proses
perubahan yang berkelanjutan dan ditandai oleh beberapa ciri-ciri adanya
kemampuan baru atau perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah
laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai
dan sikap (afektif), perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan
menetap atau dapat disimpan, dan tidak terjadi begitu saja melainkan harus
dengan usaha.
Pada proses pembelajaran bahasa Indonesia, perubahan yang dicapai peserta didik, dihargai dengan pengukuran melalui perolehan nilai di sekolah, maka tuntutan untuk mendapatkan nilai tinggi yang menjadi simbul kecerdasan bagi peserta didik menjadi kebutuhan utama, dengan ketentuan peserta didik memiliki konsentrasi dalam proses belajar agar memahami setiap informasi yang diberikan. Konsentrasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah modalitas belajar (Visual, Audiotorial, Kinestetik) yang menentukan bagaimana siswa memproses setiap informasi yang diterimanya.
Kejelian
memperhatikan modalitas belajar serta kreativitas guru dalam mengembangkan
strategi dan metode pembelajaran di kelas akan meningkatkan konsentrasi belajar
siswa sehingga hasil belajarnya akan meningkat pula. Namun demikian, betapapun
tinggi konsentrasi yang dimiliki peserta didik, tidak akan menjamin bahwa
peserta didik akan memiliki perubahan permanen.
Hal ini disebabkan
kemampuan daya ingat manusia secara alami sangat terbatas. Maka konsentrasi
tersebut perlu didukung oleh kegiatan siswa yang sewaktu-waktu mengalami proses
kelupaan, akan dapat mengingatkan kembali pada proses pembelajaran itu,
kegiatan yang dimaksud ialah menulis.
Don Bryne (1979), menyatakan bahwa symbol grafik semasa menulis ialah penggunaan huruf-huruf atau gabungan huruf-huruf yang berkaitan dengan lambang bunyi yang kita buat semasa kita bercakap. Hal ini meliputi beberapa aspek, yaitu; pertama, menggunakan pelbagai jenis ayat. Kedua, mencatat dan menyusun maklumat. Ketiga, menghasilkan penulisan kreatif dan bukan kreatif. Keempat, membuat ulasan tentang bahan yang didengar, ditonton dan dibaca.
Sedangkan menurut
Angelo (1980:5), menulis dapat diartikan sebagai membuat huruf (angka dan
sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dsb), anak-anak sedang belajar,
melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat ), atau dapat juga diartikan sebagai
proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan
tertentu, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur.
Istilah menulis
sering melekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. yaitu menyusun atau
merangkai bukan menghayal kata menjadi kalimat, menyusun kalimat menjadi
paragraf, menyusun paragraf menjadi tulisan kompleks yang mengusung pokok
persoalan. Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran.
Gagasan tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya tulisan tersebut. Menulis
merupakan suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi pembaca tertentu
dan bagi waktu tertentu. Salah satu tugas terpenting sang penulis adalah
menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir, yang akan dapat menolongnya
mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting di antara prinsip-prinsip
yang dimaksudkan itu adalah penemuan, susunan, dan gaya .
Gebhardt dan Dawn Rodrigues (1989: 1) berpendapat, bahwa menulis merupakan salah satu hal paling penting yang bagi peserta didik untuk dilakukan di sekolah. Kemampuan menulis yang baik memegang peranan yang penting dalam kesuksesan, baik itu menulis laporan, proposal atau tugas di sekolah. Sedangkan McCrimmon dalam St. Y. Slamet (2008: 141) berpendapat, bahwa menulis sebagai kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, pendidik mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objek yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik secara permanen; namun proses pembelajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru bahasa Indonesia saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Pembelajaran yang
berkualitas sangat tergantung dari motivasi peserta didik dan kreatifitas
pendidik. Peserta didik yang memiliki motivasi tinggi ditunjukkan dengan
aktifitas ketika proses pembelajaran, ditunjang dengan pendidik yang mampu
memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa dampak pada keberhasilan
pencapaian target belajar. Ini menunjukkan, bahwa kegiatan peserta didik untuk
menulis isi pelajaran ketika proses pembelajaran berlangsung, akan sangat
mendukung; terlebih jika materi pelajaran dikembangkan menjadi tulisan mengenai
suatu bahasan dengan bahasa hasil gagasan sendiri, akan menjadi suatu prestasi
bagi peserta didik. (*)
0 komentar:
Post a Comment